Minggu, 11 September 2011

TUHAN DALAM HIDUP KITA

Disadur dari SKDAG337


Pada saat senang, PUJI TUHAN
Pada saat sulit, CARI TUHAN
Pada saat tenang, SEMBAH TUHAN
Pada saat menyakitkan, PERCAYAI TUHAN
Setiap saat, BERSYUKUR-lah pada TUHAN.

Tuhan selalu hadir di dalam hidup kita; pada saat kita bahagia dan penuh sukacita, Dia turut bersuka bersama kita sedangkan saat kita menderita atau berdukacita, Dia pun tidak meninggalkan kita, tetapi selalu mendampingi kita. Sebaliknya apakah kita selalu mengingat Tuhan setiap saat? Banyak orang yang mengingat Tuhan hanya pada saat sulit, karena ia membutuhkan bantuan dan pertolongan-Nya. Ada juga yang ingat pada Tuhan hanya pada saat senang, karena ia berterimakasih atas kebahagiaannya tersebut.

Sertakanlah Tuhan selalu dalam hidup kita, tanpa mempedulikan kondisi dan keadaan kita. Pada saat senang, marilah kita memuji Tuhan, demikian juga pada saat sulit carilah Tuhan, karena kita akan ’curhat’ dengan-Nya dan mendengaran bimbingan-Nya.

Pada saat tenang, marilah kita memuji dan menyembah Tuhan, sedangkan pada saat-saat menghadapi kesulitan percayalah sepenuhnya pada Tuhan, karena Dia selalu mendampingi dan memberikan jalan keluar pada kita. Intinya kita perlu untuk selalu bersyukur pada Tuhan dalam segala hal.

Kamis, 08 September 2011

RENUNGAN MINGGU KITAB SUCI NASIONAL

 Kiriman  Felix Widyo Hermoyo


Mg Biasa XXIII/Kitab Suci Nasional: Yeh 33:7-9; Rm 13:8-10; Mat 18:15-20
"Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada
di tengah-tengah mereka."

Jika ada dua atau tiga orang berkumpul pada umumnya mereka kemudian
cenderung untuk ngrumpi alias ngrasani daripada curhat, sharing
pengalaman. Memang ngrumpi atau ngrasani akan terasa enak dan nikmat,
sedangkan sharing pengalaman pribadi akan terasa berat. Demikian juga
pegawai di kantor ketika tidak diawasi oleh atasannya juga sering
terjebak untuk berkelompok sambil ngrumpi atau ngrasani, tak
ketinggalan juga para ibu yang menunggu anaknya sedang belajar di
Taman Kanak-Kanak. Dalam hal ngrumpi atau ngrasani pada umumnya wanita
lebih tekun, meskipun dengan suara lembut dan berbisik-bisik dari
mulut ke mulut, sedangkan pria lebih keras dalam omongan, meskipun
jarang ngrasani atau ngrumpi; dengan kata lain baik wanita maupun pria
sama saja. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk
'berkumpul dalam nama Tuhan', maka baiklah seraya merayakan Minggu
Kitab Suci Nasional, saya mengajak kita semua untuk mawas diri sejauh
maka kita 'berkumpul dalam nama Tuhan'.
"Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada
di tengah-tengah mereka."(Mat 18:20)
Memang ada kecenderungan hati dan pikiran kita untuk lebih melihat
kekurangan dan kelemahan orang lain daripada kebaikan dan kekuatannya.
Baiklah jika memang demikian keberadaan kita, hendaknya kita hayati
sabda Yesus "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah
empat mata" (Mat 18:15). Kita diharapkan untuk melokalisir kesalahan
dan kekurangan orang lain, memperkecil bukan memperbesar; hendaknya
jangan menceriterakan kesalahan orang lain tanpa izin dari yang
bersangkutan, dan pertama-tama tunjukkan dengan rendah hati kesalahan
orang tersebut secara langsung di hadapannya, tanpa ada orang ketiga
alias 'empat mata'.
Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak
'dalam nama Tuhan' dimanapun dan kapanpun; dalam nama Tuhan berarti
dikuasai oleh Tuhan, sehingga mau tak mau harus melaksanakan kehendak
atau perintah Tuhan. Kehendak atau perintah Tuhan antara lain tertulis
di dalam Kitab Suci, maka hendaknya rajin membaca dan merenungkan apa
yang tertulis di dalam Kitab Suci. Setiap hari dengan rendah hati saya
kutipkan perikop dari Kitab Suci sesuai dengan Kalendarium Liturgi
serta refleksi sederhana dan singkat, dengan harapan dapat membantu
anda dalam membaca dan merenungkan sabda Tuhan sebagaimana tertulis di
dalam Kitab Suci. Maka dengan senang hati saya tidak berkeberatan jika
apa yang saya kutipkan dan refleksikan dibacakan dan direnungkan
kembali, entah secara pribadi atau bersama-sama, misalnya di dalam
keluarga, lingkungan atau stasi.
'Berkumpul dalam nama Tuhan' juga dapat berarti bersama-sama saling
tukar pengalaman atau sharing pengalaman iman, pengalaman hidup dan
bersatu dengan Tuhan dalam hidup sehari-hari alias menceriterakan
apa-apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama
keselamatan dan kebahagiaan jiwa. Kami percaya masing-masing dari kita
lebih memiliki pengalaman yang baik daripada pengalaman yang buruk,
yang menggairahkan daripada yang membuat loyo atau frustrasi.
Kebiasaan untuk saling berbagi pengalaman iman, apa yang baik,
menyelamatkan dan membahagiakan ini hendaknya sedini mungkin
dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret
dari orangtua. Maka baiklah jika di dalam keluarga diusahakan
seoptimal mungkin dapat berkumpul bersaman setiap hari bagi seluruh
anggota keluarga, misalnya pada sore hari seraya makan bersama. Selama
makan bersama ini kiranya dapat saling curhat perihal pengalaman baik
sepanjang hari. Selesai makan bersama baiklah diadakan doa/ibadat
bersama singkat antara lain dibacakan dan didengarkan bersama sabda
Tuhan pada hari yang bersangkutan, sesuai dengan petunjuk dari
Kalendarium Liturgi. Dalam doa/ibadat bersama ini hendaknya juga
diadakan doa-doa spontan: permohonan, syukur dan terima kasih kepada
Tuhan. Ingat dan hayati sabdaNya "Aku berkata kepadamu: Jika dua orang
dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan
mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana
dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka." (Mat 18:19-20)
"Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi
hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya
manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Karena firman: jangan
berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan
firman lain mana pun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Kasih tidak berbuat
jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum
Taurat" (Rm 13:8-10)
Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak saling mengasihi serta
'jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri'. Ngrumpi atau
ngrasani hemat saya merupakan tindakan lembut atau halus dari
membunuh, karena berarti menghendaki apa yang saya ceriterakan tidak
ada; tindakan membunuh yang paling lembut ialah mengeluh atau
menggerutu. Bukankah mengeluh atau menggerutu juga berarti merusak
hidup saling mengasihi alias berlawanan dengan perintah saling
mengasihi? Seluruh apa yang tertulis di dalam Kitab Suci hemat saya
ditulis dalam dan oleh cintakasih dengan harapan siapapun yang membaca
dan merenungkannya akan hidup saling mengasihi; seluruh isi Kitab Suci
hemat saya juga dapat dipadatkan dalam perintah untuk saling
mengasihi. "Kasih adalah kegenapan hukum Taurat", demikian kata
Paulus, maka kasih juga kegenapan aneka macam tata tertib atau aturan.
Berzinah, membunuh dan mencuri merupakan pelanggaran tata tertib, dan
dengan demikian juga melawan kasih sejati. Berzinah, entah dengan diri
sendiri atau dengan orang lain, merupakan pelecehan terhadap harkat
martabat manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra
Allah, demikian juga membunuh maupun mencuri. Pencurian pada umumnya
dilakukan secara diam-diam, demikian juga perzinahan; korupsi juga
merupakan salah satu bentuk pencurian yang sungguh merugikan. Ingat
korupsi yang telah dilakukan oleh Nazarudin telah menyita waktu dan
tenaga para elite politik maupun pemerintahan untuk saling membenarkan
diri alias mencari keuntungan diri sendiri dan kurang memperhatikan
kepentingan atau kebutuhan rakyat. Berbulan-bulan waktu dan tenaga
tercurahkan pada kasus korupsi Nazarudin, sehingga orang lupa akan
hidup saling mengasihi.
"Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri", demikian perintah kasih
dari Tuhan yang diangkat kembali oleh Paulus. Saya yakin tak ada
seorangpun di antara kita yang suka disakiti atau dilecehkan,
sebaliknya dambaannya adalah dihormati, dipuji dan dijunjung tinggi,
maka baiklah agar kita dihormati, dipuji dan dijunjung tinggi, marilah
kita juga menghormati, memuji dan menunjung tinggi orang lain. Dengan
kata lain marilah kita saling menghormati, memuji dan menunjung
tinggi, sebagai ciptaan terluhur dan termulia di bumi ini. Hendaknya
kita tidak saling menyakiti, melecehkan atau mengecewakan. Marilah
kita renungkan peringatan Yeheskiel di bawah ini.
"Jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu supaya ia bertobat dari
hidupnya, tetapi ia tidak mau bertobat, ia akan mati dalam
kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu" (Yeh 33:9).
Mengingatkan orang berdosa agar bertobat, itulah panggilan dan tugas
pengutusan kita semua sebagai orang beriman. Maka baiklah jika ada
saudara-saudari kita yang melakukan apa yang tidak baik atau tak
bermoral, hendaknya sesegera mungkin diperingatkan, dan jangan
ditunda-tunda. Dengan kata lain jika kita melihat apa yang tidak baik,
hendaknya segera diperbaiki, apa yang tak teratur segera kita atur ,
dst..
"Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN
yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat
gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini,
sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti
di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek
moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat
perbuatan-Ku." (Mzm 95:6-9)

Ign 4 September 2011

Kamis, 01 September 2011

RENUNGAN 1 SEPTEMBER

Kiriman Dari Felix Wiyo Hermoyo


"Jangan takut mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia."
(Kol 1:9-14; Luk 5:1-11)

" Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang
orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia
melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan
sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu
perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit
jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas
perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon:
"Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk
menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami
bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau
menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka
melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala
mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya
di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu
datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan
hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun
tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku,
karena aku ini seorang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang
bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka
tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang
menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai
dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka
menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala
sesuatu, lalu mengikut Yesus." (Luk 5:1-11), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Hidup terpanggil menjadi imam, bruder atau suster maupun aneka
jabatan atau fungsi dalam hidup dan kerja bersama hemat saya merupakan
pengembangan dan pendalaman aneka bakat dan keterampilan alias
anugerah Tuhan yang kita terima dalam kehidupan masa kanak-kanak dan
remaja kita di dalam keluarga maupun masyarakat. Mereka yang pada masa
dewasanya menjadi imam, bruder atau suster ataupun pejabat dan pegawai
rajin, tekun, bekerja keras, disiplin, cermat, kreatif, proaktif,
dst…pada umumnya sifat-sifat tersebut telah dididikkan atau dibiasakan
oleh orangtua maupun lingkungan hidupnya. Itulah yang terjadi dalam
diri para rasul dari penjala ikan ditingkatan menjadi penjala manusia.
Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa
mengutamakan atau mengedepankan keselamatan jiwa manusia dalam cara
hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Maka marilah
kita fungsikan bakat, keterampilan serta kecerdasan kita untuk hidup
dan bekerja demi keselamatan jiwa manusia. Kepada para pengusaha atau
mereka yang mempekerjakan manusia kami harapkan sungguh memperhatikan
keselamatan jiwa mereka; ingatlah dan hayati bahwa semakin mereka,
para pekerja, semakin selamat dan sejahtera hidupnya berarti akan
semakin sukses pula usaha anda. Hendaknya aneka macam usaha dan
kesibukan senantiasa lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia
daripada aneka macam  sarana-prasarana lainnya. Dekati dan sikapi
setiap manusia secara manusiawi serta cinta dengan segenap hati, jiwa,
akal budi dan tenaga/kekuatan.
•       "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita
ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki
penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kol 1:13-14). Kutipan ini
kiranya mengingatkan kita semua yang telah dibaptis, yaitu telah
dipersatukan dengan Yesus Kristus alias menjadi sahabat-sahabat Yesus
Kristus, hidup dan bertindak dengan menghayati sabda-sabda serta
meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Dengan kata lain kita
diharapkan hidup dalam 'terang', yang antara lain memiliki cirikhas
jujur, transparan, terbuka, disiplin, tertib, teratur dst.. ;
kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa menerangi
saudara-saudari kita, menjadi fasilitator bagi mereka, dst.. Maka
marilah kita mawas diri apakah kita sungguh hidup dalam 'terang',
senantiasa berbuat baik kepada sesama, serta tidak pernah mengewakan
mereka. Hidup dalam terang juga berarti hidup dijiwai oleh Roh Kudus,
sehingga kita memiliki dan menghayati keutamaan-keutamaan seperti
"kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23), sedangkan
hidup dalam kegelapan berarti dijiwai oleh roh jahat atau setan,
sehingga suka melakukan apa yang jahat, seperti "percabulan,
kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan,
perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan,
roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya" (Gal
5:19-21). Kami harapkan hidup dalam 'terang' sedini mungkin dibiasakan
atau dididikkan bagi anak-anak di dalam keluarga dengan teladan
konkret dari orangtua atau bapak-ibu.
"TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah
menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.Ia mengingat kasih
setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah
melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi
TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan
bermazmurlah! Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan
lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring
bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni TUHAN!" (Mzm 98:2-6)
 

Ign 1 September 2011

Senin, 31 Januari 2011

RENUNGAN DARI WP EDISI 28 TH XXXI 30 JANUARI 2011

Oleh : FX. Purnomo Setiawan

KHOTBAH DI BUKIT
      
          Dalam lnjil Matius 5: 1-12, Yesus naik ke atas sebuah bukit. Setelah Dia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Yesus lalu berbicara dan mengajar mereka. Pengajaran ini biasanya disebut "Khotbah di Bukit".
Dalam khotbah ini Yesus menawarkan suatu kebijaksanaan hidup baru, tetapi begitu tinggi, sehingga hanya dapat diterima dan dilaksanakan oleh orang-orang yang berani menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Delapan sabda bahagia ini memutarbalikkan nilai-nilai yang biasanya dianut manusia, dan memberikan janji keselamatan bagi orang yang mendengarkan dan menghayati sabda tersebut.
         Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah. Artinya orang yang miskin menurut ukuran dan pandangan Allah. Siapakah dia itu? Yakni orang yang tidak punya apa-apa atau yang hanya punya sesuatu yang paling diperlukan saja, sehingga dia menggantungkan seluruh hidupnya kepada Allah. Dia tidak punya jaminan keamanan selain Allah. Dengan demikian, miskin di hadapan Allah dapat berarti orang yang hidup dengan penuh kepercayaan dan penyerahan diri kepada Allah. Dia menggantungkan dirinya pada belas kasihan dan kebaikan Allah, dengan demikian dapat berarti menerima segala sesuatu sebagai anugerah. Orang itu bahagia, karena dialah yang memiliki Kerajaan Surga. Dia hidup dalam kebaikan Allah. Dia mengalami Allah, kehadiran dan perhatian-Nya.
         Berbahagialah orang yang berduka cita. Dukacita itu punya macam-macam alasan. Ada dukacita yang disebabkan oleh sesuatu hal yang berada di luar kekuasaan atau kendali seseorang, misalnya karena penindasan, ketidakadilan, perang dan wabah. Berbahagialah orang yang tidak kehilangan kepercayaannya kepada Tuhan dan menyerahkan dirinya kepada-Nya. Mereka akan dihibur. Ini tidak berarti bahwa Allah senang dengan segala penderitaan dan malapetaka.
          Berbahagialah orang yang lemah lembut, yaitu yang tidak menggunakan kekerasan. Mengapa hal ini ditonjolkan? Karena biasanya orang tidak suka akan kelembutan, apabila sudah diperlakukan dengan tidak adil dan dengan kekerasan. Orang akan marah dan biasanya bertindak keras pula. Lemah lembut juga berarti tidak menunjukkan kekuasaan yang dipunyai. Akan tetapi mengapa janji-Nya ialah “akan memiliki bumi, negeri, atau tanah?” Memiliki tanah termasuk hal yang sangat penting dalam hidup manusia. Tak ada orang yang mau hidup tanpa tanah, tak ada orang yang mau menjadi pengungsi. Lalu, betulkah orang yang lemah lembut akan memiliki bumi atau tanah? Janji tanah ini mungkin harus ditafsirkan tidak secara harafiah, tetapi dalam arti rohani yakni Kerajaan Surga.
          Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran. Mungkin untuk orang yang hidup di tengah masyarakat yang memusuhi imannya, sehingga tidak dapat menjalankan kehendak Allah tanpa kesulitan besar. Orang itu pasti akan dipuaskan sesuai dengan kelaparan dan kehausannya. Sabda bahagia ini bisa pula berbicara tentang lapar dan haus akan keadilan, yakni untuk orang miskin dan tertindas. Kepada mereka sabda bahagia ini menyerukan agar tidak kehilangan harapan, sebab mereka akan dipuaskan oleh Allah sendiri. Perjuangan keadilan dan perdamaian tanpa pergumulan dalam doa yang membangkitkan harapan mereka pada Tuhan, pasti akan membawa frustrasi dan kelelahan.
          Berbahagialah orang yang murah hatinya, yakni orang yang hatinya penuh dengan belas kasih kepada orang yang menderita dan yang diperlakukan secara tidak adil. Belas kasihan di sini juga bisa berarti yang tahu memberlakukan hukum dan peraturan dengan belas kasihan. Orang macam ini pasti akan mendapat belas kasihan dan kemurahan dari Tuhan.
          Berbahagialah orang yang suci hatinya, yakni orang yang jujur, tulus dan setia. Mereka akan “melihat Allah”, artinya diperkenankan untuk menghadap Allah dan mengalami kasih-Nya. Mereka akan mengenal kehendak-Nya dengan lebih jelas dan mengikuti-Nya dengan lebih mudah. Tuhan berbicara melalui hati manusia. Makin suci hati seseorang, makin terang dia mendengar dan melihat Allah. Tuhan Yesus sering menegaskan pentingnya kesucian hati, karena segala kejahatan berasal dari hati yang jahat.
          Berbahagialah orang yang membawa damai, yakni melalui kasih. Jadi tidak boleh dengan kekerasan, karena hal itu hanya membawa ketakutan, kebencian, dendam dan yang semacam itu. Yesus sendiri datang untuk membawa damai. Yesus masuk ke Yerusalem sebagai pembawa damai, dengan menunggang keledai, tetapi jalan perdamaian-Nya itu ditolak oleh para pemimpin agama Yahudi. Berbahagialah orang yang berjuang untuk menegakkan perdamaian, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Tuhan mencintai mereka.
          Berbahagialah orang yang dianiaya ofeh sebab kebenaran, yakni orang yang melakukan kehendak Allah. Orang itu lebih suka melakukan kehendak Allah daripada kehendak manusia. Baginya Kerajaan Allah itu dekat. Orang itu tidak mau tunduk kepada tekanan dan kekuasaan yang lalim dan korup, walaupun dicela, difitnah dan dianiaya. Orang itu memiliki Kerajaan Surga, karena baginya Allah harus lebih ditakuti daripada manusia.
          Murid-murid Yesus pantas disebut bahagia, karena mereka bukan saja mengikuti jejak para nabi, melainkan Yesus Kristus sendiri. Nasib mereka akan sama dengan nasib guru mereka dan karena itu mereka pantas berbahagia, bersukacita dan bergembira.
Sabda bahagia yang diucapkan Yesus dalam Khotbah di Bukit mengingatkan kita akan dua hal penting, yaitu:
  1. Apabila kita membagikan kelimpahan kita kepada orang-orang yang kurang beruntung, maka kita akan bahagia karena memiliki Kerajaan Surga.
  2. Kita harus selalu ingat bahwa di hadapan Allah, kita semua adalah miskin. Kita bergantung kepada Allah dalam segala hal. Tanpa Allah, kita bukanlah apa-apa. Dan tanpa Dia, kita tidak bisa berbuat apa-apa.